lalu kau mulai mengarang cerita
mengucap biru yang senyatanya merah
dan esok, entah bagaimana lagi caramu menihilkan kami
lantas, mustikah kami bilang selamat untuk hingar bingarmu kali ini?
Friday, November 29, 2013
Tuesday, October 1, 2013
Hei, Kamu!
Selamat bergabung di barisan pemuja akhir pekan!
Sekarang, tundukkan kepala sejenak. Mengheningkan cipta, mulai!
Sekarang, tundukkan kepala sejenak. Mengheningkan cipta, mulai!
Terima kasih telah sedikit memberi kelegaan pada mereka yang selalu menanti-nanti hari ini. :)
Friday, June 21, 2013
Persembahan
Kepada mereka yang terlalu percaya bahwa buku
ini bagi saya adalah sumber bahagia, pemanggil sukses, tolak bala, pawang
malang dan segala kemewahan lainnya...
Saya persembahkan tiap serat yang menjalin
menjadi bingkainya, juga tiap huruf yang berjajar menjadi isinya.
Silakan menikmati kepercayaan kalian dan
biarkan saya menunggu keajaiban yang kalian imani lahir dari buku ini dalam
segala kesederhanaan yang saya hargai sebagai keajaiban, yang lahir dari tangan
saya sendiri, yang berkolaborasi dengan hati tentunya.
Terima kasih untuk segalanya.
Sementara untuk mereka yang percaya bahwa buku
ini bagi saya adalah pemangkas siklus sisifus, bahwa buku ini bagi saya adalah harga
untuk sepasang sayap ikarus,
Saya persembahkan tiap tetes peluh, tiap siksa
sesak, tiap tanya yang mengerak dalam perjalanan mewujudnya buku ini.
Sembah kasih untuk kalian.
Dan sekarang, ijinkan saya mendaftar menjadi ahli waris Patung Durna
yang tersohor itu.
Tuesday, May 14, 2013
Untuk Putri
Aku selalu iri sekaligus kagum
ketika mendengarkanmu membicarakan mimpi. Tak sedikitpun terdengar kebingungan
di tiap katanya. Kamu membicarakannya seolah ia tak lebih dari rancang denah
yang telah kerap kamu gambar dalam masa studimu kemarin. Ada kejelasan pada
setiap detailnya. Seolah-olah telah kamu buat cetak birunya. Sebuah desain
hebat tentang sebuah mimpi lengkap dengan berbagai macam rincian yang
mengikutinya. Dan mengingat jiwamu yang selalu tertarik untuk membuat ‘sesuatu’
aku yakin entah di sudut kamarmu bagian mana, pasti ada coretan tentang mimpi
itu. Cetak biru itu.
Sudah lama aku terlalu malas
untuk bermimpi. Setiap kali berhasil merumuskan sebuah mimpi, ia selalu hancur
dalam tiap perjalanannya. Bahkan sebelum tahap perwujudannya, ia telah ambyar
kepentok perijinan. Atau kalaupun sukses mendapat ijin, ia akan mumur dihantam
realita. Aku telah memutuskan pensiun menjadi pemimpi profesional. Sekadar
menjalani hidup sebagai kemanutan pada apa saja yang telah disiapkan, dan
berlagak menikmatinya.
Aku selalu mencoba meyakini apa
yang pernah dikatakan oleh Dhani: bahwa harapan adalah memupuk mesiu dan meledakkannya
dengan tersembunyi, bahwa harapan seringkali berulah seperti pisau tajam yang menusukmu
pelan-pelan lalu ditarik secara tiba-tiba. Ya, semacam itu. Aku meyakini bahwa
mimpi adalah calon pengkhianat bagi mereka yang telah melahirkannya.
Tapi aku lemah. Kau tahu, aku
selalu meyakini bahwa semua yang tersaji untuk kita adalah hadiah, sesuatu yang
musti selalu kita syukuri. Tapi aku seringkali membangkang. Menganggap bahwasanya
nasib kerap tak berpihak padaku. Menganggap apa yang ku(coba)yakini sebagai
hadiah adalah musibah. Begitulah dengan mimpi, aku kerap mengkhianati
keputusanku utuk pensiun dengan tanpa sadar bermimpi diam-diam. Menjilat kembali
kata-kata Dhani yang kerap kuucap selayak mantra.
Maka kemarin, ketika kita
menghabiskan malam dengan bertukar cerita tentang mimpi-mimpi, ada sesuatu yang
bergejolak. Semacam rasa ingin nggondheli sekaligus ingin mendorongmu
keras-keras. Semacam rasa ingin menampar agar kamu tersadar sekaligus ingin
memberikan banyak-bayak tepuk pundak sebagai bentuk dukungan.
Ah, sudahlah. Apapun itu, hari
ini kamu telah tiga hari berada di perantauan, mengejar semua mimpimu. Tulisan ini
awalnya kuniatkan sebagai ucapan selamat serta bentuk turut berbahagia yang ceria.
Sedikit menyerempet kekonyolan-kekonyolan jaman SD yang menyebabkan senyum
simpul lalu dengan sok bijak ala orang-orang dewasa memberi bermacam petuah
tentang hidup. Tapi jika jadinya hanya sebuah curhat macam begini ya terima
saja. Hahaa.
Intinya, selamat bersenang-senang
di Jakardah, Jo! Hajar semua pedih-perihnya. Lalu sembilan bulan lagi, silakan
ceritakan semua pencapaianmu di sana. Barangkali saat itu, saat mendengar
ceritamu yang meletup-letup itu, aku bisa tertarik menjadi seorang pemimpi
lagi.
Muachhhh.
Monday, March 4, 2013
Ngalorngidul tentang kalian
Rasanya baru kemarin lusa kita berkumpul bersama di depan kelas. Ngalorngidul bersama tentang banyak hal--tumpukan tugas yang aduhai, kisah cinta yang terlalu uhuk untuk disimpan, mimpi besar masa depan, olok-olok yang tak pernah usai, atau sekadar menggombal tentang entah. Kita begitu fasih menertawakan segala hal. Mengunyah keluh selewat angin.
Ya, rasanya baru kemarin lusa.
Para bijak itu kerap berujar bahwa waktu adalah penipu ulung. Barangkali memang demikian adanya. Toh, hari ini kita dipaksa menyepakatinya. Ruang kelas telah begitu jauh tersimpan entah di bagian memori yang mana, ngalorngidul bersama telah menjelma serupa mulusnya kembali jalan di depan rumah saya--perkara yang rumit minta ampun.
Sampai hari ini hampir seluruh dari kita pernah memegang ijasah dengan nama kalian masing-masing. Sesuatu yang konon merupakan senjata untuk bertahan hidup kelak. Sesuatu yang hingga hari ini masih saya takuti.
Barangkali saat ini banyak dari kita sedang sibuk menimbang hendak bagaimana menggunakan senjata itu. Atau justru telah sibuk menjalankan konsekuensi dari sabetan senjata itu.
Sementara, sebagian kita yang lain--yang belum pernah memegang senjata itu--mungkin sedang giat menyusun sebuah buku sebagai alat tukarnya, atau bahkan sedang ngenes seperti saya: rindu kalian bully.
"Bully aku, Kakkk.. Bully aku." Hahaa
Apapun itu, saya akan mencoba paham. Bahwa hidup bukanlah untuk terus berpijak di satu tempat, meski itu nyaman dan aman. Pun dengan depan kelas kita yang 'nyaman' dan 'aman' itu.
Kita mesti berpindah untuk segala sesuatu yang lain, yang jauh menunggu di luar sana.
Sampai jumpa di luar sana. Tunggu keberanian saya menyusul kalian.
Sampai jumpa di ngalorngidul yang lain, yang entah akan kapan.
Subscribe to:
Posts (Atom)